Sinema digital merujuk pada penggunaan teknologi digital untuk mendistribusikan dan menayangkan gambar bergerak. Sebuah film dapat didistribusikan lewat perangkat keras, piringan optik atau satelit serta ditayangkan menggunakan proyektor digital alih-alih proyektor film konvensional. Sinema digital berbeda dari HDTV atau televisi high definition. Sinema digital tidak bergantung pada penggunaan televisi atau standar HDTV, aspek rasio atau peringkat bingkai. Proyektor digital yang memiliki resolusi 2K mulai disebarkan pada tahun 2005, dan sejak tahun 2006 jangkauannya telah diakselerasi.
sinema digital dapat dibuat dengan media video yang untuk penayangannya dilakukan transfer dari format 35 milimeter (mm) ke format high definition (HD). Proses transfer ke format HD melalui proses cetak yang disebut dengan proses blow up. Setelah menjadi format HD, penayangan film dilakukan dari satu tempat saja, dan dioperasikan ke bioskop lain dengan menggunakan satelit, sehingga tidak perlu dilakukan salinan film. Contohnya, dari satu bioskop di Jakarta, film dapat dioperasikan atau diputar ke bioskop-bioskop di daerah melalui satelit.
Sebelum teknologi digital muncul dalam pembuatan sinema, sinema harus dibuat dengan pita seluloid
yang harganya amat mahal. Pita seluloid 35 mm satu rollnya berharga
empat juta dan hanya mampu merekam sepanjang empat menit. Berarti untuk
membuat sinema berdurasi 100 menit dibutuhkan dana sekitar 25 juta
rupiah. Itu hanya untuk merekam gambar dan belum untuk mengedit dan
memperbanyak gambar. Pada sinema seluloid, sinema harus melalui proses
printing dan blow up yang bisa menghabiskan dana minimal 233 juta
rupiah. Sedangkan biaya untuk membuat kopi sinema adalah 10 juta rupiah.
Padahal untuk diputar di bioskop di seluruh Indonesia, sebuah sinema
minimal harus memiliki 25 kopi. Artinya produser harus menyediakan dana
250 juta rupiah.
Dengan menggunakan teknologi
digital, biaya pembuatan sinema menjadi amat murah. Sinema digital
dapat dibuat dengan menggunakan kamera Betacam SP yang kasetnya berharga
110 ribu rupiah dengan kemampuan merekam hingga 30 menit. Sinema
digital juga bisa dibuat dengan Digital Video atau Digital Beta yang
lebih murah lagi. Dengan biaya 400 ribu rupiah, Digital video
mampu merekam gambar hingga 180 menit. Dibandingkan dengan sinema
seluloid, pembuatan sinema dengan teknologi digital bisa menekan biaya
hingga 500 juta rupiah. Karena sinema digital tidak perlu melalui proses
printing atau blow up. Dengan menggunakan sinema digital, hanya
diperlukan biaya untuk proses encoding sebesar 5 juta rupiah. Oleh karena itu, bagi para produser,
sinema digital merupakan teknologi yang sangat murah. Teknologi ini
dapat dijadikan alternatif untuk para pembuat film yang ingin berkarya
dengan biaya seminim mungkin.
source : https://id.wikipedia.org/wiki/Sinema_digital
Tidak ada komentar:
Posting Komentar